Halo semuanya, tidak terasa sudah kita sudah masuk ke dalam Minggu pertama di bulan Februari di tahun 2020.
Bagaimana kabarnya?
Kali ini saya ingin membahas pengaruh media sosial terhadap gaya hidup kita menurut sudut pandang saya. Langsung saja, saya yakin kebanyakan dari kita memiliki akun media sosial seperti Instagram, Facebook, Snapchat, dll. Tidak hanya untuk menjaga / menjalin hubungan kita. Tetapi media sosial sekarang berguna untuk kebutuhan study, pekerjaan dan usaha kita. Tak terlekan media sosial saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan utama manusia.
Saya sendiri membuat akun untuk berbagi informasi lowongan kerja dan online shop kecil-kecilan saya yang bisa ditemukan di & .
Dengan semakin canggihnya smartphone yang kita gunakan saat ini, handphone berfungsi tidak hanya sebagai sebuah perangkat telekomunikasi saja. Smartphone yang sudah menjadi ‘gandengan utama’ setiap orang saat ini, juga menjadi target para pelaku bisnis e-commerce. Yang menyediakan aplikasi pihak ketiga / client apps untuk smartphone para penggunanya. Client apps ini ditujukan untuk mempermudah penggunaan antarmuka marketplace dan juga mempermudah masuknya informasi seputar update / promosi dari marketplace secara real-time. Semakin banyak bukan ‘alasan’ untuk membuka smartphone kita? Bahkan pembayaran tagihan (pulsa, air dan listrik) serta pemesanan ‘ojek-online’ juga dilakukan langsung dari smartphone kita.
Namun, tahukah Anda bahwa ‘kebiasaan’ ini bisa berdampak buruk terhadap kehidupan kita? Meningkatnya kebiasaan konsumtif kita dikarenakan begitu ‘banyaknya’ godaan untuk membeli beraneka barang langsung dari ponsel Anda dengan segala kemudahan pengiriman.
KONSUMTIF
Kemudahan yang menambahkan kebiasaan konsumtif kita. Bahkan walau kita sebatas melakukan window shopping, berhati-hatilah karena dengan memberi makan ‘keinginan’ konsumtif kita akan berdampak kepada ‘kemampuan’ kita untuk mensyukuri / merasa cukup. Kenapa? Karena disaat kita melihat dan otak kita merekamnya, secara tidak sadar hal itu ‘bisa’ mempengaruhi kita untuk membandingkan produk yang kita beli dengan produk serupa lainnya yang kita lihat di marketplace. Yang padahal hal yang kita beli sebenarnya sudah cukup untuk kita. Trend ini sangat terlihat dari kebiasaan bergonta ganti gadget pada ‘jaman now’.
STANDAR KEBAHAGIAAN YANG SALAH
Ditambah lagi apabila kita ‘rajin’ memperhatikan feeds pada media sosial kita. ‘Standar kebahagiaan’ kita akan terpengaruh dari apa yang kita lihat dan kita dengar. Mengapa? ‘Karena rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman kita sendiri’, kurang lebih seperti itu. Saya pernah mendengar rekan kerja saya mengatakan, ‘kenapa ya orang itu kalau nanya selalu sudah menikah / belum? Sudah punya anak / belum?’ Dari yang bisa saya tahu hal itu dikarenakan, orang yang menanyakan hal tersebut menaruh standar kebahagiaannya pada status / keadaan sudah menikah / belum dan punya anak / belum. Tidak 100% salah, namun ini merupakan salah satu contoh pengaruh eksternal yang akan mempengaruhi ‘kondisi internal’ kita. Karena memang, terutama untuk kaum hawa, status pernikahan dan keadaan seseorang sudah memiliki anak / belum masih menjadi salah satu tolak ukur apakah seseorang sudah bahagia / sukses atau belum.
Semoga para pembaca sekalian mengerti apa yang ingin saya sampaikan. Dan inilah pengaruh feeds media sosial kita terhadap standar kebahagiaan kita. Senyum dan tawa, ya senyum dan tawa adalah salah satu indikator seseorang sedang berbahagia / tidak. Dan keadaan yang ‘menyebabkan’ keadaan-keadaan tersebutlah yang akan kita kejar. Maka tidak heran, muncul keinginan untuk ‘mencoba’ hal yang sama agar kitapun merasakan kebahagiaan tersebut. Berbahagia itu adalah hak semua orang, namun apabila kita sebatas ikut-ikutan, hal itu malah akan membuat kita semakin ‘haus’. Sudah sewajarnya disaat kita mengalami sebuah masalah / sedang bersedih kita ingin ‘lepas’ dari keadaan tersebut. Dalam keadaan ‘haus’ tersebut bisa saja kita bertindak ‘gegabah’ dengan membeli barang / tiket untuk memuaskan ‘hasrat’ di mana kita sangat ingin ‘bebas’ untuk berbahagia. Oleh karena itu, Saya sangat menyarankan untuk setiap pembaca yang mungkin sedang mengalami masalah / sedih untuk mengurangi penggunaan media sosial untuk sementara waktu. Carilah keluarga / teman dekat Anda untuk diajak berbicara secara langsung dan berdoalah.
EGOIS & ISOLASI
Melihat keindahan ‘rumput tetangga’ juga bisa menggoda kita untuk memperindah beranda kita sendiri. Namun apabila tidak diilakukan dengan hati-hati hal tersebut hanya akan menambahkan tekanan yang tidak perlu dalam hidup kita. Dan kebiasaan tenggelam dalam dunia maya ini, juga bisa merusak kemampuan komunikasi kita. Dikarenakan semakin berkurangnya interaksi kita satu dengan yang lain, kecenderungan untuk memperhatikan ‘sampul luar’ akan berakibat terhadap kapasitas kita menerima sebuah kritik / gesekan. Karena kita semakin jarang berkomunikasi, yang berarti semakin minim interaksi yang ‘memungkinkan’ terjadinya kritik / gesekan. Dan disaat kita menerimanya, hal itu akan menjadi sesuatu yang sangat tidak menyenangkan.
Dan disaat kita terlalu fokus memperhatikan apa yang ada dalam feeds media sosial kita, kita bisa terlena melupakan orang-orang disekitar kita. Kepeduliaan terhadap sesame sangat kita perlukan di masa-masa sekarang, karena pada zaman modern dengan perkembangan yang sangat cepat ini menimbulkan tekanan-tekanan baru untuk setiap orang agar bisa tetap bersaing. Sangatlah wajar tingkat stres yang dialami juga semakin tinggi. Stres, depresi, kesepian semakin merajalela dengan terisolasinya hubungan antar manusia satu dengan yang lain. Tekanan / penyakit mental ini sangatlah berbahaya karena bisa mengundang seseorang untuk jatuh dalam pornografi, rokok, narkoba, pergaulan bebas atau bahkan bunuh diri. Dan salah satu ‘obatnya’ adalah support system yang sehat. Tanyakanlah kabar orang-orang disekitar kita dan juga teman / kerabat kita yang lain secara berkala. Mungkin mereka sedang membutuhkan seseorang untuk diajak berbagi.
Tentu saya tidak menyangkal betapa bergunanya perkembangan teknologi saat ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap industri saat ini. Banyak dari kita mengandalkan platform ini untuk pekerjaan / usaha kita. Tetapi segala sesuatu yang berlebih, apalagi sifatnya ‘candu’ hendaklah kita kurangi.
REHABILITASI / PEMULIHAN
Mungkin kata ‘rehabilitasi’ terdengar berat bagi sebagian orang, tetapi percayalah segala sesuatu yang sifatnya sudah berupa ‘kecanduan’ harus ditangani dengan rehabilitasi. Untuk meninggalkan kebiasaan kita, kita harus belajar membangun hubungan, membuka hati dan terbuka apa adanya terhadap orang-orang terdekat kita. Mencari kebiasaan baru yang positif seperti membaca, menulis dan berolah raga.
Kita tidak boleh lupa, manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, setiap daripada kita, tidak terkecuali, perlu memiliki sebuah komunitas. Dan pastikanlah komunitas itu adalah komunitas yang baik. Apabila Anda belum memilikinya, jangan khawatir, jumlah manusia yang ada di Indonesia sendiri sangatlah banyak, pasti ada komunitas yang sesuai dengan Anda. Carilah, maka kau akan menemukannya. Karena Tuhan tidak menciptakan manusia untuk hidup sendirian.
Contoh dalam bentuk animasi social media addiction short film 2017 || Short Movie on social Media Addiction
Thank You for Reading & Visiting!
Have a Nice Day & God bless You!

Comments
Post a Comment